Di Saat Pikiran Buntu
Saat
ini saya sedang merasa bingung tidak tau harus berbuat apa. Masalah saya
sebenarnya adalah instrumen penelitian yang saya buat tak kunjung selesai
dikerjakan. Ada kebingungan ketika mulai menuliskan beberapa pertanyaan terkait
variabel penelitian yang saya format dalam bentuk pedoman wawancara. Hanya
dapat menuliskan tiga pertanyaan, dan setelah itu pikiran saya menjadi buntu.
Saya masih
menerka-nerka mengapa bisa terjadi seperti ini. Kemudian, berbagai alibi
mencuat dalam pikiran. Dalam pikiran saya, mungkin kebuntuan ini akibat dari kemalasan
saya. Saya juga membuat alasan-alasan seperti tidak adanya literatur yang pas dengan
kajian dalam penelitian yang akan saya lakukan. Mungkin juga karena diburu
untuk ekstra cepat merevisi proposal mengingat akan segera ke lokasi
penelitian. Entahlah, semuanya masih abu-abu di pikiran saya. Namun yang pasti,
dan dengan keyakinan yang kuat, menurut saya hal ini memang disebabkan oleh
kemalasan diri saya sendiri. Malas mencari bahan, malas memikirkan terlalu
dalam, malas berdiskusi dengan teman, malas menyicil untuk mengerjakannya, dan
malas segala-galanya.
Sampai
pada akhirnya, masalahku ini saya sampaikan kepada salah seorang teman via sms.
Pada awalnya, ia menyarankan untuk tidak bingung sendiri dan mendiskusiakannya
dengan dosen pembimbing. Komunikasi via sms terus berlanjut. Tiba-tiba ia
seperti mario teguh, sang motivator yang biasa muncul di layar kaca itu. Sms
yang saya terima darinya bernada memotivasi. Inti dari smsnya itu adalah sebuah
motivasi dimana menurutnya yang ter penting adalah percaya pada diri sendiri (PD)
terlebih dahulu. Perkara benar atau salah dapat dipikirkan belakangan. Menurut
saya itu hal yang sah-sah saja. Namun saya masih belum bisa mempercayai diri
saya sendiri untuk bertemu dengan dosen pembimbing ketika tidak punya hasil
kerja. Hasil kerja yang belum selesai sebenarnya adalah instrumen penelitian
itu. Saya tentu belum percaya diri jika harus datang dengan pekerjaan yang
setengah-setengah (belum jadi) ke hadapan dosen pembimbing. Prinsip saya adalah
totalitas dalam tindakan. Memang, tidak ada yang sempurna, tapi apa salah jika
kita targetkan hal yang ideal terlebih dahulu? Saya pikir penting juga suatu
yang ideal itu meskipun lumayan sulit mencapainya.
Sedikit
demi sedikit saya mencoba untuk mengurai benang kusut dalam pikiran yang cukup
mengganggu. Ada beberapa hal yang saya lakukan untuk nmenghilangkan kebuntuan
dalam berpikir. Diantara kegiatan yang saya lakukan itu antara lain dengan
berselancar di dunia maya mencari hal-hal menarik. Saya memulainya dengan membuka
halaman facebook. Dari sana saya mulai membaca status-status teman yang mungkin
saja dapat memberikan inspirasi. Sampai pada akhirnya saya menemukan akun
facebook milik adik saya (Habib Azhari) yang memposting sebuah tautan berupa artikel
tentang bisnis online. Artikel tersebut merupakan salah satu dari sembilan
artikel yang ada pada blog pribadinya itu.
Setelah
mengklik tautan tersebut, ternyata banyak hal menarik yang saya temukan. Hal
menariknya bukan pada bisnis online yang ditawarkan, melainkan
artikel-artikelnya yang telah ditulis sebelumnya. Selain satu artikel tentang
bisnis online tersebut terdapat juga delapan artikel lainnya. Setelah membaca
delapan judul artikel selain artikel bisnis online tadi, membuat saya semakin
penasaran untuk membacanya. Dan akhirnya saya mulai membaca arikel tresebut
satu demi satu dengan seksama.
Dimulai
dari bulan juni 2013 lalu, sebagaai postingan awal artikel di blognya itu, ia
lebih banyak membahas seputar kegiatannya semasa mengikuti program KKN (Kuliah
Kerja Nyata). Dalam artikel itu, ia bercerita bagaimana perjalanannya sebagai
seorang ketua posko yang harus memimpin tujuh belas orang temannya dengan
karakter dan sifat yang berbeda-beda. Ia juga menulis tentang hal-hal fiktif
yang cukup lucu. Saya sempat tertawa sendiri membacanya. Dalam cerita lucu itu,
ia memberinya judul “kegalauan massal”. Ia menceritakan tentang kondisi di
poskonya yang mengalami hal yang membosankan. Teman-teman poskonya banyak yang
galau termasuk dia. Kelucuan terjadi ketika semua teman-temannya itu
memperebutkan sebuah tahu isi. Bumbu-bumbu lucu ditaburkan dalam cerita itu
yang banyak menggunakan unsur imajinasinya. Cerita itu terkesan tidak masuk
akal dan konyol memang, namun itulah cerita fiksi. Saya baru tersadar bahwa
tulisan adik saya begitu mengalir dalam artikel itu. Saya seperti tercambuk
dengan tulisan itu. Saya punya keyakinan kalau dia memang giat berlatih
menulis. Dapat terlihat dari jumlah tulisannya di blog pribadinya itu yang
berjumlah sembilan buah. Sementara saya hanya menulis sekitar empat artikel,
itupun dengan jarak waktu yang lumayan lama.
Tulisan
di artikel itu pula yang memompa semangat saya untuk menulis artikel ini.
Bagaimana tidak, saya yang sudah menempuh jenjang pendidikan magister begitu
mandul dalam berkarya. Minimal menuliskan pengalaman maupun gagasan yang ada di
otak saja jarang. Saya sempat membaca sebuah kutipan, entah darimana
asalnya.kutipan itu mengatakan bahwa “tulisan akan abadi dan ucapan akan hilang
tertelan waktu bersama debu-debu zaman”. Saya pikir ada benarnya juga, banyak
tokoh-tokoh terkenal ratusan bahkan ribuan tahun silam terkenal sampai saat ini
karena mengabadikan pemikirannya dalam bentuk tulisan.
Akhirnya
saya bertekad untuk selalu menulis bagaimanapun kondisinya. Baik dalam kondisi
bersemangat maupun tidak bersemangat. Baik akan dibaca orang lain ataupun tidak
dibaca tulisan itu. Hal terpenting bagi saya adalah menuliskan apa yang terbesit
dalam pikiran. Mungkin itu yang dapat menghilangkan kebuntuan dalam berpikir,
dan saya merasakan hal itu dalam menulis artikel ini. Jangan pernah berhenti
menulis. Seperti beberapa ungkapan tentang sejarah islam. Sekarah Islam ditulis
dengan dua warna tinta. Warna hitam oleh para alim ulama dan warna merah oleh
para syuhada.
Salam
tinta.
Wassalam.
Surakarta,
10 September 2013.
--Hasrul
Hadi--
Komentar
Posting Komentar